30.12.09

Disebalik Hati

disebalik hati purnama menghilang juga
bintang redup kerana kecewa
melur, aku pun bentanya, wangimu dimana?

teriak sudah tiada suara
kepada asap yang sedang ternikmati aku percaya
kau, sampaikan do'aku
kerana aku kepada diri sedang ragu

(untuk judul: terimaksih, Arina)

24.9.09

Kesepian

Lazuardi tertutup mendung. Awan malam pantulkan cahaya kemegahan kota ini. Bergantian mengunjungi pelataran panjang, mobil-mobil, sepeda motor. Bising mesin terkadang memberi kesempatan agar gelak penungganya terdengar. Yang lebih sering adalah dentuman irama kesunyian.

Tak seberapa jauh dari tempatnya meringkuk, seorang lagukan serulingnya. Nadanya terdengar sumbang. Kemudian berhenti sebuah mobil dengan berisik irama diskotik, hentikan irama seruling bambu. Hurip berteriak, ''Hoi, teruskan lagunya!''

Ketika matahari datang dengan remang pagi yang khas, mereka berdua memesan kopi di warung roda-tiga yang kabarnya akan diusir penguasa kota dalam lima hari ini. ''semakin susah saja'', keluar gumam gelisah seiring hembusan asap kretek yang keluar dari mulut Hurip.

Mereka tertarik pada peristiwa di seberang jalan. Kemudian bareng-bareng tertawa. ''begitulah...asal dibayar, lupa tilangnya...'', kata penjaga warung hentikan tawa mereka. Hurip menimpali, “ah, emang dia lagi nongkrong, mana bawa surat tilang….” tawa mereka berubah menjadi bahak.

Hurip diam saja menunggu lanjutan cerita si penjual kopi. Tepi teman Hurip yang biasanya menjadi pendengar setia, jadi nyerocos. ''dikampung, aku pernah punya pabrik kayu. Bangsa mereka sering datang, minta jatah. Ongkos keamanan, istilah mereka...bangkrut. Lalu di ajak sodara ke sini. Sempat jualan buah-buahan...dipajaki preman-preman pasar...bosan, jengkel, berhenti juga aku jualan. Memang....''

Hurip manggut-mangut. Sambil nyengir, Ia memecah kebisuan, ''untung ketemu kita, ya, Mang. Keluhanmu tidak seorang, tidak cuma kita. Kita punya banyak teman, sodara.'' Si Mang Warung menimpali pesimis, ''iya, kita bareng-bareng payah….'' Disela-sela tawa mereka, surip sempatkan sok bijaknya, ''payah juga, kan, bareng-bareng, Mang.''

Sebelum hari terik, sebelum mereka bubar, sebelum memuncak kebimbangan, sebelum terbakar kaki dan hati mereka, ''sawahku, dapat warisan, kena gusuran jalan tol yang mau di bangun. Dipaksa! Di sini kesepian karena ingarnya kemewahan. Bareng-bareng juga sepi dari daya...Hhh...'' desah Hurip mengakhiri.

Parigimulya 24 September 2009

23.7.09

setia

Sejengkal pun mundurku
tetap saja kepada mu
sejengkal pun majuku
tetap juga kepada mu
diam pun aku
tetap masih kepada mu

27.3.09

Ku Mohon Sayang

untuk gadis terkasih yang terbuka mengundang gairah

seperti fajar saja
sebagian yang kau tampakkan
menyihir setiap kesadaran

seperti senja juga
pesona sebahagian
sangat melenakan

selimuti saja
seperti gelap malam sayang
atau tampakkan seperti siang terang

27 Maret 2009 Bandung


9.3.09

Amarah

Menyelinap ke ubun-ubun
Menggelapkan sekelilingan
Hingga terpelanting ke penyesalan

Alihkan daya kewaspadaan
Sirnakan kelembutan
Mengayuh harapan ke kehampaan

parigimulya 9 maret 2009