20.11.10

Ketika Mekar Cempaka

Masih sempat menikmati senja, yang perlahan merangkak menuju gelap. Bergerombol Pipit menuju pulang. Pun burung Kuntul yang kepakkan sayapnya dengan santai. Aku pulang dari kebun seiring muadzin berhahutan. “tak lama lagi purnama...,” gumam dalam hati, diantara desah nafas kuhembuskan.

18.25 WIB. Takbir menggema, mengingatkan kisah tabah sang Nabi, Ibrohim as. Sebuah kepastian harus Beliau emban sebagai bakti kepada san Mahasejati. Cempaka: Putih ajari hati. Semilir dan Wangi. Mekar bukan menggoda. Layu tunaikan firahnya.

Di taman ini, ketika cempaka merekah, aku simak jerit getir dari jauh. Merapi kini sungguh berapi-api. Semangatnya akan diikuti gunung gunung ber-api. Hujan rahmatanlilalamin tak sangat terasa lagi. Ini lah masanya menunju puncak peradaban. Di masa yang sebra 'aku' yang cukup saja tau. Dan peradaban ini membuat kita: merangkak, menggapai-gapai. Mencari pegangan. Terkapar, dilempar ingar. Sadar menggelapar. Cempaka, senantiasalah mekar, agar kami belajar.